Wednesday, November 01, 2006 | 5:05 PM

kawan lama


Seorang kawan lama bersua lagi. Kawan masa SMA dulu. Meski tidak berjumpa secara jasadi, tapi kami bercakap di dunia maya, lewat surat elektronik. Seru dan penuh kenangan. Zeventina namanya. Ayahnya memberi nama demikian, yang terambil dari Bahasa Belanda, 17 artinya. Perempuan yang kini tinggal di Ulm, Jerman itu memang lahir 17 Oktober.

Dulu dia berbadan ramping, dengan mata yang sipit dan berkaca mata. "Tapi sekarang 20 kali lebih gemuk dari dulu,"katanya sambil bercanda. Dari catatan yang dia tulis dalam blog-nya, dia selalu memperlihatkan sikap gembira. Blog-nya sendiri diberi tagline, "Catatan Kebahagiaanku".
Mungkin karena sikap bahagia itu yang membuatnya tampak lebih gemuk.

Berkali-kali kami kemudian berkirim surat elektronik. Perlahan, kenangan pada masa lalu itu terkelupas seperti irisan kulit bawang dan kita mencium aroma masa yang telah lewat. Memori di kepala kita memang luar biasa menakjubkan. Dia bisa membuka data itu dengan cermat, dan lalu memilih informasi yang kita butuhkan dan menyimpan yang tidak kita perlukan.

Mengapa setiap pertemuan selalu menghadirkan rasa haru? Aku tak tahu pasti jawabannya. Yang jelas, rasa haru itu kemudian menjelma menjadi catatan yang selalu bisa kita baca. Aku jadi teringat buku yang berkisah tentang NI Pollok, seorang penari Legong Bali, sebagaimana dituliskan oleh Yati M. Miharja. Buku yang diterbitkan oleh Gramedia itu diberi judul "Ni Pollok, Model asal Desa Kelandis." Terbit pada 1976 (aku belum sekolah ketika itu).

Pollok yang dipersuntingkan oleh pelukis asal Belgia Le Meyer itu menuturkan segenap keharuan masa lalunya, pertemuan dengan sang suami dan kisahnya menjadi model lukisan.

Tapi yang paling menawan adalah kisah perkawinannya yang kedua dengan Alliney, dokter asal Italia yang meninggalkannya di Bali, sementara sang suami berkeliling kota-kota dunia. "Aku merindukan saat-saat dia berkirim surat," katanya.

Alliney yang disebutnya "tanah gersang"karena terlalu kaku, berubah menjadi "tumbuhan hijau" justeru karena surat menyurat kepada isterinya di Bali.

Pollok sedang menuturkan arti keharuan pada setiap pertemuan, meski tak pernah berjumpa secara fisik dengan suaminya. Itulah kehebatan memori yang berada di balik kepala. Sulit membayangkan bila kita tak punya kenangan masa lalu. Mungkin seperti "tanah gersang" yang jauh dari rintik hujan.

Image hosted by Photobucket.com

5 comments