Tuesday, June 09, 2015

Bengkel Sepeda "Kliwon Jaya"

Hobi bersepeda mulai menggeliat di sebagian masyarakat ibu kota. Maklum, jalanan di Jakarta sudah macet parah sekarang. Apalagi sejak proyek MRT (Mass Rapid Transportation) dibangun, kemacetan benar-benar tak kenal ampun. Nah, sepeda bisa jadi salah satu alternatif moda transportasi. Meski para pengguna sepeda, yang juga sering disebut  "bike to work" , harus benar-benar waspada akibat jalanan Jakarta yang tidak ramah kepada pengguna sepeda dan pejalan kaki.

Bicara soal sepeda, tak bakal lepas dari keberadaan bengkel sepeda. Di seputaran Kemanggisan dan Palmerah, ada sekitar lima sampai enam bengkel berdiri. Dari yang besar (punya tempat sendiri)  hingga yang kecil (buka lapak di tepi jalan). Saya akan menceritakan salah satu yang menjadi langganan saya, yang ada di Pasar Bintang Mas, yakni Bengkel Sepeda "Kliwon Jaya". Lokasinya berada di sudut pasar, berhimpitan dengan tukang ikan. Sang pemilik lelaki bertubuh tambun yang biasa disapa Ali.

Ali meneruskan usaha bengkel dari ayahnya,yang kini sudah pensiun dan tinggal di kampung (di Jawa Tengah). Ali sendiri sudah punya rumah di kawasan Palmerah, tak jauh dari bengkelnya. Sebelum buka usaha bengkel, Ali bekerja di perusahaan swasta. Entah mengapa dia banting setir meneruskan usaha sang ayah, jadi tukang bengkel sepeda.

Ali buka bengkel nyaris setiap hari, kecuali Jumat. Pada Sabtu dan Minggu seringkali konsumen Ali membludak. Dia tutup di Hari Jumat, terutama hingga menjelang sholat Jumat karena tidak ingin menganggu waktu ibadah.

Dalam banyak kesempatan, dia sering mengeluh tentang usaha bengkelnya. "Sekarang nggak kayak dulu. Usaha bengkel sepeda sepi," katanya. Dia menggambarkan, untuk sekali perbaikan yang memakan waktu sampai satu jam, paling mahal ongkosnya Rp30 ribu. "Ditambah badan kotor," katanya sambil tertawa,

Namun Ali meneruskan usaha sang ayah bisa dibilang model dengkul dan minus kemampuan. Dia meneruskan begitu saja usaha sang ayah. Tanpa pelatihan terlebih dahulu. Tapi hasilnya tidak mengecewakan. Ali tipikal tukang bengkel yang tidak mau diburu-buru. Dia bisa menolak konsumen yang datang menjelang maghrib, sebab hari sudah larut. Namun ketekunannya dalam menservice sepeda, lumayan bagus. Sepeda yang dinilai belum bagus saat dibetulkan, tak segan dia bongkar ulang. Semuanya demi kepuasan konsumen.Karena itu konsumen pun harus sabar saat membetulkan sepeda di sana.

Ada satu hal yang terbilang unik dari Ali. Dia salah seorang pengikut jamaah atau pengajian para habib, seperti Jamaah Majlis Rasulah dan sejenisnya. Sering juga dia berkunjung ke makam para habib yang ada di Jakarta, seperti  makam Habib di Luar Batang,Jakarta Utara, atau makam Habib Kuncung di PAsar Minggu, Jakarta Selatan. "Masing-masing habib punya keistimewaan," ujarnya.

Salah satu contoh yang disebutkan Ali adalah Habib Kuncung.Ketika masih hidup, kabarnya, habib ini tidak puasa. Oleh anak buahnya ditanya, "Bib, kenapa tidam puasa?".Habib Kuncung menjawab, "kalau saya puasa, saya tidak tega," katanya sambil membuka mulutnya. Ternyata di dalam mulut habib tampak puluhan ikan hidup sedang membuka menganga.

Ya, percaya atau tidak silakan saja. Tapi Ali yang sangat suka ke acara pengajian mempercayainya. Karena sering ke pengajian itu, membuat bengkel Ali sering didatangi juga oleh kawan-kawannya yang juga sesama pengikut pengajian habib. Sambil membetulkan sepeda, obrolan itu pun mengalir. Ali gambaran warga yang setia dengan profesinya, di tengah serba keterbatasan dan persaingan hidup ibu kota yang makin keras. 

   

            

No comments:

Post a Comment