Thursday, December 07, 2006

Pensiunan

Senin 4 Desember lalu, ketika hari masih pagi, aku diminta tolong oleh mertua (Haji Hanapi) untuk mengantarnya mengambil uang pensiun di kantor pos Kemanggisan. Beliau adalah pensiunan kepala sekolah di Palmerah.

Karena hari masih terlalu pagi, belum banyak angkutan yang lewat kecuali satu tukang ojek yang biasa mangkal di pertigaan dekat mesjid Nurul Iman, tak jauh dari toko material Haji Bashor. Satu ojek, dipakai untuk membawa dua orang.

Perjalanan singkat itu cukup nyaman, karena hari tidak mendung. Matahari juga tidak terlalu terik. Tiba di Kantor Pos tepat pukul 6 pagi, satu jam sebelum jam kantor. Tapi di sana, beberapa orang tua berpeci dan berbaju batik sudah duduk sambil ngobrol. Ada yang datang dengan jalan kaki, naik sepeda, diantar oleh anak dan saudaranya juga naik ojek seperti mertuaku. Tampaknya mereka sudah cukup saling kenal. Itu bisa dilihat dari obrolan yang terkesan akrab.

Kartu pensiun, yang wajib dibawa untuk mengambil uang pensiun, sudah ditumpuk di dalam kantor lewat pintu belakang. Tampaknya petugas di sana sudah paham dengan kebiasaan para manula itu. Petugas kantor yang jaga di sana, sambil memandikan burung piarannya, hanya memandang dengan tatapan tak asing lagi.

Waktu satu jam, menjadi waktu yang singkat karena obrolan yang segar dan penuh nuansa kemanusiaan. Salah seorang pensiunan angkatan udara berceritera bahwa dia sudah berkeliling tempat tinggal di Jakarta, dari mulai Mangga Besar, Menteng hingga Kemandoran dan akhirnya pulang kampung ke Cikupa, Tangerang, Banten. Dia berangkat pagi buta agar bisa mengambil uang pensiun lebih awal.

Bagi mereka yang rumahnya tak terlalu jauh, cukup naik sepeda. Seperti orang tua bertopi itu. Cuaca pagi yang masih segar baik untuk orang tua. Dengan sepeda mini, dia mengayuh sepeda perlahan.

Seorang pensiunan mandor (kepala kampung) datang dengan sepatu kets gaya anak muda. Sambil menghisap rokok daun kawung "merek 555" buatan Rawa Belong, lelaki kurus itu mengaku dulu adalah mandor di Kedoya. Dulu roko kesukaannya Commodore, yang kini sudah tidak diproduksi lagi. Semenjak tahun 1968, dia beralih ke daun kawung karena tidak suka rokok kretek yang biasa dijual.

Bila teringat mandor, aku teringat sosok yang namanya selalu tampil pada kolom "Mengundang" pada kartu undangan kawinan atau sunatan. Dan juga teringat pada bait lagu dangdut "Bang Mandor".

Seorang pensiunan yang belum terlalu tua, dengan kemeja tangan pendek kotak-kotak asik berbincang soal ganja. Dia bercerita. Katanya, dulu, di Jakarta ganja dijual bebas di Pasar Senen. Namanya Nisan. "Saya pernah beli, mau nyoba kayak apa rasanya," jawab lelaki berkacamata itu. menurutnya, dia mencobanya di lapangan Monas pada jam 12 malam. "Rasanya gak enak, bibir tebal," lanjutnya. Dan dia heran dengan anak-anak muda sekarang yang ketagihan sama ganja.

Petugas kantor pos pun akhirnya membuka pintu. Para penerima pensiun duduk tertib di bangku yang tersedia. Sebelum memanggil satu persatu, petugas memberi pengumuman, bahwa pada bulan ini ada tambahan uang THR (Tunjangan Hari Raya) untuk pensiunan Pemda DKI, yang bulan lalu terlambat dibayarkan. Dan bagi pensiunan lain ada tambahan uang beras.

Usai dipanggil satu persatu penerima pensiun menandatangani semacam kuitansi. Di luar pintu seorang pengemis sudah duduk menunggu, dan tampaknya sudah terbiasa dia di sana. beberapa pedagang sudah menggelar dagangannya.

Hari masih pagi ketika aku mengantar mertuaku pulang.

2 comments:

  1. Anonymous8:18 AM

    wah... pasti seru, dong, Man...
    btw, Semoga Engkong tetap sehat terus... :)

    ReplyDelete
  2. sukses...kemanggisan maneh neh?
    salam dari anak kemanggisan pulo.....

    ReplyDelete