Friday, July 03, 2009 | 2:11 PM

Raport Kemanggisan Pagi I


Tak sengaja saat membereskan tumpukan kertas bekas di rumah, tertumbuk pada tumpukan buku raport dan ijazah sekolah dasar Kemanggisan Pagi I. Tumpukan buku raport dan ijazah itu atas nama beberapa siswa, dengan tahun ajaran 1967. Jadi, raport itu milik para siswa yang sekarang usianya, barangkali di atas 50 tahun. Nama SD Kemanggisan Pagi I pun kini sudah tidak ada, berganti menjadi SDN Palmerah 05 pagi, yang letaknya di jl Palmerah Utara, dekat ke arah Slipi. Tepatnya lagi di belakang kantor PT Telkom Palmerah.

Ikhwal mengapa buku raport dan ijazah itu masih tersimpan di rumah, sebab ayah mertua saya, Haji Hanafiandi (kini sudah almarhum), adalah kepala sekolah di sana pada tahun tersebut. Dia menjabat sebagai kepala sekolah hingga pensiun pada 1976.

Karena penasaran, beberapa buku raport yang kertasnya sudah menguning saya periksa satu persatu. Ada murid bernama Bachtiar, kelahiran Jakarta 23 November 1954. Nama ayahnya Muhamad dengan pekerjaan sebagai tukang kembang. Ada laki murid bernama Sanwani, ayahnya bernama Djupri yang bekerja di pabrik es.

Beda dengan raport jaman sekarang, dulu profesi wali murid ditulis dengan rinci, ya seperti tukang kembang dan pekerja di pabrik es tadi. Sekarang, barangkali cukup ditulis: buruh atau swasta saja.

Di halaman pengantar, tertera petunjuk penilaian dan arti nilai yang ditulis dalam ejaan lama. Misalnya, Nilai Prestasi: ialah jang menggambarkan prestasi yang ditjapai anak dalam segi pendidikan. Lalu ada nilai rata-rata, nilai usaha dan catatan. Pada nilai usaha tercantum usaha anak dalam menggapai prestasinya. Tampaknya, bukan saja prestasi yang dinilai tapi juga usaha si anak didik.

Pada bagian penilaian, saya melihat daftar mata pelajaran yang diajarkan. Ada 10 mata pelajaran, yaitu Pendidikan agama/Budi Pekerti, Pendidikan kemasyarakatan, Bahasa Indonesia, Bahasa Daerah, Berhitung, Pengetahuan Alamiah, Kesenian, Keprigelan (yang terdiri dari pertanian, peternakan, perikanan dan pekerjaan tangan atau prakarya). Lalu ada pelajatan Olahraga, dan terakhir Sikap. Sikap yang dinilai ada enam elemen, yaitu kegotong royongan, tata tertib, sopan santun, kejujuran, kepemimpinan, dan kebersihan.

Rasanya, saat saya sekolah dulu (awal tahun 1980-an), pelajaran sikap dan buku pekerti tidak ada. Kalau tidak salah, kemudian dibuat dalam mata pejaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila). Saat ini, dua mata pelajaran itu benar-benar dihilangkan dari laporan penilaian siswa dan diganti dengan, antara lain, bahasa Inggris.

Para guru masa itu, kelihatannya mempertimbangkan beberapa hal dalam mendidik siswa seperti tercantum dalam buku raport. Yaitu usaha dari para murid untuk menggapai prestasi, kejujuran dan sikap gotong royong. Itulah sekelumit "hasil temuan" berkas masa lalu.

Namun, ada pertanyaan yang menggantung: mengapa murid-murid itu tidak mengambil buku raport dan ijazah mereka? Saya hanya menduga, mereka sengaja tidak mengambil, barangkali, karena merasa sudah cukup dengan pendidikan dasar saja. Kala itu, suasana baru peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru. Pak Harto baru menjadi presiden. Booming minyak yang menyebabkan banyak sekolah dibangun, belum terjadi. Wajib belajar belum ada. Ekonomi masih morat-marit. Pilihan para murid Kemanggisan Pagi I itu, sepertinya, membantu ekonomi keluarga.

Image hosted by Photobucket.com

0 comments